Kemiri, Kabupaten Tangerangbhayangkaranews24.id, Awak media kembali menemukan indikasi pengurangan kualitas pengerjaan pada proyek Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kecamatan Kemiri. Fakta di lapangan menunjukkan, ketebalan hotmix di halaman Kantor Kecamatan Kemiri hanya berkisar 1,5 cm hingga 2 cm, jauh di bawah standar minimal 3–5 cm untuk menahan beban kendaraan berat.

Dokumen: Proyek RTH Kecamatan Kemiri

Padahal, area jalan tersebut kerap digunakan sebagai tempat parkir truk sampah milik Dinas Lingkungan Hidup maupun kendaraan operasional lainnya. Bahkan, saat kondisi mendesak, lokasi ini juga menjadi akses keluar masuk kendaraan pengangkut material bangunan seperti pasir, semen, dan bebatuan. Kondisi hotmix yang terlalu tipis jelas berpotensi cepat rusak dan membebani anggaran daerah untuk perbaikan berulang.

Tak hanya itu, awak media juga mendapati adanya pancuran air yang patah dan hingga kini belum selesai diperbaiki. Hal tersebut diduga akibat penggunaan semen dengan kualitas rendah, sehingga daya tahannya lemah. Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar terkait pengawasan dan ketegasan dari pihak Dinas Tata Ruang dan Bangunan (DTRB) Kabupaten Tangerang.

Proyek ini tercatat dengan detail sebagai berikut:

Nomor SPK/Kontrak: 68/K.Konstruksi/APBD/DTRB/2025

Nama Pekerjaan: Pembangunan RTH Kecamatan Kemiri

Lokasi: Kabupaten Tangerang

Nilai Kontrak: Rp 2.447.227.700,00

Sumber Dana: APBD Tahun Anggaran 2025

Pelaksana: CV. Ataki

Masa Pelaksanaan: 165 hari kalender

Melihat kondisi tersebut, Komunitas Pewarta Kecamatan Kemiri menyayangkan jika proyek bernilai miliaran rupiah ini terus dibiarkan tanpa pengawasan ketat. “Kami menuntut agar anggaran pemerintah yang bersumber dari APBD benar-benar dialokasikan sebagaimana mestinya, bukan dijadikan ajang perlombaan mengumpulkan harta oleh oknum pelaksana proyek,” tegas perwakilan komunitas.

Masyarakat berharap Bupati Tangerang bersikap tegas dalam menindak setiap proyek pembangunan yang terindikasi dikerjakan dengan kualitas di bawah standar. Sebab, kualitas pembangunan yang buruk bukan hanya merugikan keuangan negara, tapi juga menghambat manfaat nyata yang seharusnya dirasakan langsung oleh masyarakat.

(AM-212)